Gadget versus tulisan tangan!

By Januari 13, 2015 Yosandy Lip San No Comments

“Mama, aku game-nya udah ampe level 9 lho…” celoteh seorang bocah sambil menunjukkan gadgetnya pada sang ibu. Adegan bocah yang seputaran umur 6 tahunan memainkan gadget seukuran papan catur itu mungkin sudah Anda biasa temui juga. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan semakin terjangkau berdampak pada semua kalangan dan usia untuk menggunakannya.

Hanya saja dampak penggunaan gadget yang berlebihan bahkan sampai level ketergantungan tidak saja melanda orang dewasa. Anda sendiri mungkin bisa kalang kabut karena ketinggalan handphone atau gadget daripada ketinggalan dompet, bukan? Bila dampak penggunaan gadget menjadi negatif bagi anak-anak, tidakkah orang tua perlu lebih peduli?

 

Saya sendiri tidak kontra dengan penggunaan gadget pada anak-anak. Sebagian orang tua mungkin punya semacam kebanggaan melihat anak-anaknya mampu menggunakan gadget muktahir. Asal saja para orang tua memantau lama waktu penggunaan gadget pada anak-anaknya. Tentu menjadi negatif, bila sepanjang waktu anak nempel terus dengan gadgetnya. Kemarin waktu berangkat kerja saja saya bertemu anak TK sedang nangis ditarik-tarik Mamanya. “Gak mau sekolah, pengen bawa gadgetnya padahal gak boleh sama sekolahan…” sahut Mamanya ketika saya tanya ada apa. Nah…

Penggunaan gadget yang berlebihan seperti itu pada anak-anak dapat mengganggu perkembangan psikologis anak, minat belajar sampai hambatan kemampuan bersosialisasi. Belum lagi gangguan pada mata anak selain mata pencaharian orang tuanya hehehe… ciyus amat bacanya J Bukankah lebih baik orang tua membatasi dan membimbing anak dalam menggunakan gadgetnya.

Bila anak-anak saja sudah kecanduan gadget, bagaimana dengan orang dewasa. Sudah pasti menganggap menulis tangan sudah masuk jaman batu. Era menulis diary sudah menjadi legenda yang dalam museum pun bukan tak mungkin ditemui. “Buat apa tulis tangan…?” mungkin begitu komentar Sobat.

Inilah yang ingin saya sampaikan pada semua Sobat. Menulis tangan memiliki dampak yang optimal dalam peningkatan kualitas kekuatan otak dan pikiran. Tentu saja menulis tangan dengan pedoman-pedoman dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan kelemahan dan membangun kelebihan pada otak dan pikiran penulisnya. Metoda ini dikenal dengan nama graphotherapy dalam dunia analisa tulisan tangan (handwriting analysis) atau grafologi.

Analisa tulisan tangan/grafologi bukanlah ‘membaca’ atau meramal lewat media tulisan tangan, melainkan ilmu untuk mengungkap isi pikiran penulisnya. Dengan kata lain dapat disebut sebagai potret dari otak dan pikiran. Bukan kalangan internal grafolog saja, dari kalangan peneliti sekelas Harvard University menggunakan istilah BrainWriting untuk ilmu ini.

Sangat mudah dan sederhana untuk membuktikan bahwa handwriting is brainwriting. Seseorang yang otak atau pikirannya terganggu, entah karena kesehatan fisik misalnya stroke atau Parkinson maupun beban psikologis yang ekstrim, akan sulit menulis. Sebaliknya kondisi otak dan pikiran seseorang sehat maka dia akan mudah menulis. Bahkan ketika menulis bukan dengan tangan sekalipun. Sobat pernah tau Patricia Saerang? Beliau adalah pelukis dengan mulut dan kaki karena terlahir tidak memiliki tangan. Dengan kekuatan otak dan pikirannya yang luar biasa, Patria Saerang bukan saja dapat membuat lukisan masterpiece, namun menulis pun rapi..… dengan kaki. Ini tulisan kakinya:

Sobat dapat mengungkap kelemahan dan kekuatan pikiran, baik yang telah diketahui maupun belum, juga yang disadari maupun tidak. Apalagi bagi Sobat yang masih mencari jati diri hari gini, ngapain lagi mencarinya ke dunia antah berantah. Mending lewat analisa tulisan tangan, gampang lho

Dengan mengetahui kekuatan pikiran Sobat, menjadi pilihan untuk menggunakan dan mengoptimalkannya untuk mencapai kesuksesan bukan? Daripada memendam kelemahan yang merugikan dan menjadi mental block yang bukan saja menjauhkan bahkan mensabotase Sobat dari sukses.

Sobat tentu tidak rela memendam kekuatan otak dan pikiran yang berkelimpahan bila dioptimalkan, bukan? Bila dihitung secara jumlah sel saja, otak itu memiliki 100 milyar sel dan jaringan yang saling terhubung sehingga mencapai jumlah 1 triliun. Kalau Sobat rupiahkan nilai otak tadi dengan nominal Rp 1 saja setiap sel, maka nilai otak adalah Rp 1.000.000.000.000,- alias satu triliun rupiah. Hitung dah tuh nolnya ada berapa? Itu salah satu modal yang dikaruniakan Sang Pencipta. Akan Sobat kembangkan menjadi profit yang berapa besar atau karya yang bagaimana?

Entah teknik apa yang Sobat gunakan untuk pengembangan dan peningkatan kualitas otak dan pikiran. Mungkin dengan membaca, ikut training/workshop, mentoring, coaching, therapy atau cara lainnya. Namun graphology dengan graphotherapy atau handwriting formation therapy menjadi alternatif yang mudah dan efektif. Sobat dapat dengan mudah menulis kapan dan di mana saja untuk  memantau kondisi diri Sobat sewaktu-waktu, sekaligus sarana untuk mengembangkan dan meningkatkan kekuatan otak dan pikiran Sobat.

Artikel ini saya tutup dengan nasehat dari Sun Tzu “Dia yg mengenal pihak lain (musuh) & mengenal dirinya sendiri, tidak akan dikalahkan dlm 100 pertempuran. Dia yg tidak mengenal pihak lain (musuh) tapi mengenal dirinya sendiri memiliki suatu peluang yg seimbang utk menang atau kalah. Dia yg tidak mengenal pihak lain (musuh) & dirinya sendiri cenderung kalah dalam setiap pertempuran.”

Leave a Reply

Your email address will not be published.